Pondok » , , » Keimanan Kedua Orang Tua Nabi

Keimanan Kedua Orang Tua Nabi

Kekasih Allah
Ayah dan Ibu Nabi Saw. wafat sebelum Baginda Nabi Saw. diangkat menjadi Nabi dan Rasul. Ini bukan untuk merendahkan Baginda Nabi Saw. Terbukti dengan status yatim pada beliau merupakan suatu penghargaan dari Allah Swt. kepada kedua orang tua beliau. Karena putra mereka langsung berada dalam didikan Allah Swt.

Selain itu jika kedua orang tua Baginda Nabi Saw. masih hidup, niscaya mereka akan hormat dan beriman pada Nabi Saw. Secara keimanan sah-sah saja Nabi memerintah orang tuanya atas nama utusan Allah Swt., namuan secara tidak langsung Baginda Nabi Saw. yang berstatus sebagai anak, memerintah ayah dan ibundanya.

Tertera dalam sebuah hadits, "Baginda Nabi Saw. dilarang memintakan ampunan untuk kedua orang tua beliau." keterangan ini sanadnya dho'if. Demikian juga keterangan yang menyebutkan bahwa Baginda Nabi Muhammad Saw., pernah berziarah ke makam ibunda Aminah, beliau bersabda,"Aku memohon izin kepada Allah Swt. untuk berziarah ke makam ibuku, aku diberi izin. Aku juga memohon izin untuk memanjatkan do'a ampunan untuk ibundaku, akan tetapi aku tidak diberi izin." Dalam riwayat ini juga dikatakan bahwa Baginda Nabi Muhammad Saw. menangis, para sahabatpun juga menangis. Riwayat ini juga dho'if.

Jika hadits ini memang sanadnya sahih, maka perlu dicermati lagi. Karena keterangan itu sama sekali tidak menunjukkan bahwa ibunda Aminah belum beriman. Namun hadits diatas hanya melarang beliau untuk memanjatkan do'a ampunan untuk ibunda Aminah. Padahal larangan memohonkan ampunan kepada seseorang tidak mesti karena kekufurannya. Fakta telah berbicara bahwa diawal perjalanan Islam, Baginda Nabi Saw. dilarang menyolati seorang jenazah. Karena jenazah itu punya hak adami yang belum dibayar. Singkatnya, setelah ada salah satu sahabat yang bersedia menanggung hutang jenazah tersebut, Baginda Nabi Saw. bersedia mensholatinya. Sudah maklum bahwa inti dalam sholat jenazah adalah memohonkan ampunan untuk jenazah, akan tetapi secara tegas beliau menunjukan bahwa jenazah tersebut tidak disholati hanya karena punya hak adami yang belum terselesaikan, bukan karena kafir. Sehingga tangisan Baginda Nabi Saw. dimakam ibunda Aminah, mungkin karena kesedihan beliau kepada ibunya. Bukan karena ibunda Aminah ada di neraka. Dalam al-Qur'an surat al-Isro' ayat 24 diteegaskan bahwa; "Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".

Ayat diatas menegaskan bahwa setiap orang mukallaf, diperintahkan Allah Swt. untuk memohonkan rahmat kepada kedua orang tua, sebagaimana mereka berdua telah memelihara dan mendidik sang anak sewaktu kecil. Sehingga menjadi keharusan bagi anak untuk memohonkan ampunan untuk ibu dan bapaknya, walaupun hanya satu kali saja. Rahmat diatas berarti rahmat Allah Swt. yang abadi, yakni rahmat di akhirat nanti. Bukan hanya rahmat di dunia saja. Dari ketegasan ayat ini apakah Baginda Nabi Saw. dilarang memohonkan ampunan untuk kedua orang tuanya? Tentu akan sangat ganjil jika dijawab,'ya'. Karena beliau memerintahkan sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh beliau. Padahal Baginda Nabi Saw. adalah suri tauladan bagi umatnya. Dan apakah beliau dilarang berdo'a dengan do'a yang ada dalam al-Qur'an?!

Status kafir atau tidak, hanya bisa disandangkan kepada seseorang yang hidup pada zaman Baginda Nabi Saw. setelah bi'tsah (diangkat jadi Rosul) dan setelah sampinya dakwah padanya. Setelah Nabi Saw. diangkat sebagai Nabi dan Rosul, mereka yang menerima dakwah beliau dan membenarkan, maka ia termasuk orang yang beriman. Sebaliknya mereka yang tidak beriman, maka merekalah orang-orang yang ingkar, yang dalam istilahnya dikenal dengan orang kafir.

Dari uraian ini sangatlah jelas bahwa kedua orang tua Nabi Saw. bukanlah orang kafir, sebab mereka wafat saat beliau Nabi Saw. masih kecil. Mereka masih dalam masa fatrah, yakni masa kekosongan dari seorang Rosul. Sementara orang-orang yang mati di masa fatrah ini tidak disiksa. Allah Swt berfirman dalam surat al-Isro' ayat 85 yang artinya kurang lebih demikian: "Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rosul." (QS. al-Isro':85)

Ayat diatas menegaskan bahwa Allah Swt, tidak akan menyiksa seseorang sampai mengutus seorang utusan. Sehingga mustahil Allah Swt menyiksa orang-orang yang mati sebelum masa kenabian.

Salah satu permasalahan yang bisa memperkuat argumen diatas adalah anak kecil dari orang kafir tidak disiksa. Lalu apakah mereka yang tidak menjumpai kerosulan Baginda Nabi Saw. akan disiksa?. Jawabnya tentu tidak.

Ibunda Aminah berkata,"...Jika apa yang aku lihat dalam tidurku kebenaran, niscaya engkau kelak akan menjadi seorang utusan Allah, Tuhan yang Maha Mulia dan Maha Agung. Engkau akan diutus di daerah halal dan daerah haram."

Kalau kita telaah wasiat ibunda Aminah di atas, sangatlah jelas bahwa kata-kata itu tidak akan pernah keluar kecuali dari seseorang yang beriman.

Dari pemaparan bukti-bukti diatas, sangat jelas bahwa orang tua Baginda Nabi Saw. termasuk orang-orang yang selamat. Kalaupun ternyata pertimbangan diatas masih kurang kuat, semua orang Islam tidak diperkenankan membicarakan masalah status orang tua Baginda Nabi Saw. Sebab pembahasan ini tidak lepas akan menyakiti Baginda Nabi Saw., sementara siapa saja yang menyakiti Baginda Nabi Saw. bisa menyebabkan kufur. Dan barang siapa yang kufur, maka dia berhak dihukum mati. Wallahu A'lam.[]


-Petikan ceramah Habib Luthfi bin Yahya, dikutip dari buku Secercah Tinta hal.24

0 komentar:

Posting Komentar