Pondok » , , » Kesaksian Allah Swt Atas Risalah Dan Keistimewaan Nabi Muhammad Saw (1)

Kesaksian Allah Swt Atas Risalah Dan Keistimewaan Nabi Muhammad Saw (1)

Yang Maha Penyayang
Allah Swt memberikan dua dasar kepada kita, kaum beriman; al-Qur'an dan Sunnah Nabi. Yang dibawa oleh Jibril As disebut al-Qur'an al-Azhim. Kemudian Sunnah atau Hadits Nabi dibagi menjadi dua, ada yang disebut Hadits ada pula yang disebut Hadits Qudsi. Keduanya banyak digunakan untuk menguatkan kedudukan al-Qur'an. Adapun Hadits Qudsi mempunyai keistimewaan lain, yaitu untuk menunjukkan bagaimana hubungan Rosulullah Saw dengan Allah Swt. Meskipun pada hakikatnya al-Qur'an maupun  Hadits Qudsi keduanya sama-sama menunjukkan keistimewaan  kedudukan Nabi Muhammad Saw di sisi Allah Swt.

Al-Qur'an sendiri mempunyai dua fungsi. Pertama, sebagai dasar-dasar ajaran. Fungsi ini mencakup beberapa hal penting: hukum, yang mencakup masalah perintah, larangan dan lain sebagainya, yang kesemuanya ini terangkum dalam ilmu fiqih; lalu  aqidah atau tauhid; kemudian tasawuf dan terakhir sejarah (tarikh). Kedua sebagai dasar bagi keyakinan akan kebenaran Islam, atau sebagai syahadah (kesaksian, bukti) dari Allah Swt atas kedudukan Rosulullah Saw di sisi-Nya dan atas kebenaran semua yang di bawanya. Al-Qur'an menjadi semacam kesaksian Allah Swt bahwa Nabi Muhammad Saw adalah benar-benar rosul-Nya.

Kesaksian-kesaksian Allah Swt pada Nabi Muhammad Saw tersebut diantaranya: "Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rosul dari kaummu sendiri, yang ikut merasakan beratnya penderitaanmu, yang sangat mendambakan (keimanan dan keselamatan) bagimu, serta yang sangat berbelas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin" (QS. at-Taubah: 138).

Dalam menugaskan Nabi Saw sebagai utusan, Allah Swt tidak sekedar memerintah, tetapi juga terlebih dahulu memperkenalkan dan menerangkan kedudukan 'sang utusan'. Mulai dari ciri-ciri fisik, karakter, kepribadian dan lain sebagainya, sebagaimana tergambar dalam ayat tersebut. Bukan sekedar memerintah, seperti kebiasaan kita memerintah. Tetapi Allah Ta'ala juga menguatkan kedudukan sang penerima perintah, sebagaimana telah disebutkan dalam al-Qur'an. Jadi, Allah Ta'ala yang menciptakan, menyaksikan, membuktikan kebesaran, keutamaan ciptaan-Nya. Untuk siapa kesaksian Allah Swt tersebut? Tentu untuk umat manusia. Supaya dengan mudah umat dapat menerima ajaran-ajaran yang dibawanya. Kita bisa mengatakan; jika yang Maha Menciptakan saja menyaksikan dan mengakui kebesaran beliau, maka sungguh keterlaluan jika kita, ciptaan-Nya, tidak mau menyaksikan kebesaran Nabi Saw.

Laqod jaa'akum rosuulun min anfusikum, (sungguh telah datang kepada kalian (manusia), rosul, seorang utusan). Utusan yang bagaimana? Dalam ayat tersebut Allah Ta'ala memberi penjelasan sekaligus penekanan dengan mengatakan min anfusikum, yakni dari jenis kalian sendiri, manusia. Meskipun manusia, namun sang Rosul jelas bukan manusia sembarangan. Beliau adalah manusia yang sangat luar biasa.

Lalu apa yang luar biasa atau keistimewaan apa yang dimiliki Rosulullah Saw? Ini terjawab dalam beberapa kalimat selanjutnya. Pertama 'aziizun 'alahi maa 'anittum, bisa merasakan atau mau ikut menanggung derita umat. Kedua, hariishun 'alaikum, memiliki rasa cinta dan harapan yang mendalam kepada umat. Dan ketiga, bil mu`miniina ro`uufur rohiim, memiliki rasa kasih sayang yang dalam pada kaum beriman.

Tiga sifat itulah yang kemudian menopang keberhasilan dakwah Baginda Nabi Saw. Tiga sifat itu juga yang seharusnya dimiliki seorang mubaligh yang ingin sukses dalam berdakwah. Bisa dibilang, keberhasilan seorang mubaligh sangat bergantung kepada seberapa besar rasa 'aziizun 'alaihi maa 'anittum' dalam dirinya. Karena itulah dasar pertama untuk bisa mengajak orang lain atau umat manusia kejalan Allah Swt. Seorang Mubaligh juga harus membawa misi hariishun 'alaikum, dan tentu saja harus memiliki sikap bil mu`miniia ro`uufur rohiim. Dampaknya, bila seorang mubaligh bisa membawa tiga hal ini dalam proses amar ma'ruf nahi munkar yang dilakukannya, maka dia tidak akan mendahulukan hawa nafsu. Perumpamaan bil mu`miniina ro`uufur rohiim sendiri bisa diibaratkan kasih sayang orang tua terhadap anaknya. Kerasnya sikap orang tua terhadap anak bukan berarti kebencian atau kekejaman. Kerasnya orang tua terhadap anak, walaupun secara lahiriyah benar-benar terlihat keras, tapi didasari dengan rasa kasih sayang.

Seperti halnya orang tua yang menggandeng anaknya saat menyeberang jalan, dimana kendaraan hilir mudik tak beraturan. Apakah orang tua akan membiarkan anaknya berlarian begitu saja? Sekesal apapun suasana hatinya, orang tua pasti akan menarik tangan anaknya dengan keras. Mengapa? Sebab kalau anaknya dibiarkan lari, pasti tertabrak mobil, motor atau kendaraan lain yang hilir mudik di jalan. Tarikan keras yang dilakukan orang tua pada anaknya dalam kondisi seperti itu, bukan karena marah bukan pula karena dendam. Tapi karena rasa sayang. Kalau dendam atau marah karena kesal, tentu anaknya akan dibiarkan begitu saja, itu baru dendam. Misalnya, karena kesal pada seseorang yang sudah beberapa kali diingatkan namun tak juga menurut, akhirnya kita mangambil sikap masa bodoh: mau hidup atau mati terserah.

Sedangkan dalam kamus orang tua terhadap anak tidak ada istilah masa bodoh. Mengapa? Karena ada rasa sayang, sebagaimana yang diistilahkan dalam al-Qur'an dengan ungkapan bil mu`miniina ro`uufur rohiim. Ini sifat Rosul, yang tidak dimiliki oleh siapa pun secara sempurna. Namun jika kita memang sudah berniat melakukan amar ma'ruf nahi munkar, prinsip bil mu`miniina ro`uufur rohim, harus kita pegang betul. Sebab 'nahi munkar' dengan mendahulukan hawa nafsu mana mungkin akan berhasil. Sesaat mungkin dakwah tanpa sikap ro`uf dan rohim akan membuat orang takut. Namun percayalah bahwa itu hanya sesaat. Dalam kasus minuman keras, misalnya, tak jarang proses amar ma'ruf atas kasus ini dititik beratkan kemunkarannya, yakni hanya pada apa yang diminum, khamr (minuman keras) saja. Lalu minumannya dihancurkan, pabriknya dirobohkan. Apakah dengan memberantas minuman keras itu meraka pasti sembuh? Atau spontan dengan itu mereka akan sembuh? Sesaat, orang itu akan takut. Tak lama kebiasaan mabuk-mabukan kambuh lagi. Orangnya yang seharusnya Anda tuju, bukan minuman keras yang dihancurkan atau dihabisi. Bagaimana kita menyembuhkan si peminum, si pecandu itu, itulah tugas kita. Kalau kita tidak penuh kasih sayang dalam menanganinya, tidak mungkin mereka akan sembuh. Dan kalau kita mendahulukan hawa nafsu, mana mungkin mereka akan mengerti kalau disayangi. Ini pula yang banyak menyebabkan dakwah kita tidak berhasil.

Nah, Rosulullah Saw telah dididik betul-betul memiliki tiga sifat itu. Hal yang demikian membuahkan 'wa innaka la'alaa khuluqin 'azhiim', (sungguh engkau Muhammad memiliki pekerti yang sungguh mulia) (QS. al-Qolam: 4). Hadits, "Innamaa bu'itstu li utammima makaarimal akhlaaq" (Aku di utus untuk menyempurnakan budi pekerti dan akhlak yang baik), lebih memperkuat 'wa innaka la'alaa khuluqin 'azhiim, sempurnanya pekerti yang dimiliki oleh Rosulullah Saw.

Bersambung ...

Kesaksian Allah Swt Atas Risalah Dan Keistimewaan Nabi Mauhammad Saw (2)


0 komentar:

Posting Komentar