Allah Ta'ala menciptakan dan menjadikan sahabat sebagai manusia pilihan (mukhtar kuluhum). Walaupun di antara mereka terjadi perselisihan, setelah Rosulullah Saw wafat. Dapat dikatakan bahwa semua perselisihan itu untuk menunjukkan bahwa para sahabat itu pilihan Allah, dan mereka mempunyai kedudukan yang istimewa di sisi-Nya, maka untuk memperjelas hal ini saya akan mengambil analogi dari peristiwa Isro' Mi'roj. Keterangan ini mungkin agak musykil, sukar, mungkin karena Anda jarang mendengar.
Analogi Keistimewaan Sahabat dalam Peristiwa Mi'roj
Nabi Musa As adalah diantara sekian Nabi yang mendapat
nur Rosulullah Saw. Sedikit banyak, Nabi Musa As telah mendapatkan
nur min amalil ubudiyyah, pancaran cahaya karena kesalehan, bukan
nur pertama kali Nabi Saw diciptakan oleh Alah Swt.
Dasarnya apa? ketika Rosulullah Saw menghadap Allah Swt pada peristiwa
mi'roj, Nabi langsung diberi tugas sholat lima puluh waktu. Nabi Musa As berulang kali mengusulkan agar jumlah itu dikurangi. Karena umat tidak akan kuat melaksanakannya. Permasalahannya di sini, ketika Nabi Musa As bertemu dengan Rosulullah Saw, setelah menerima tugas sholat lima puluh waktu, Rosulullah Saw baru kembali dari bertemu dengan Allah Swt. Pada kesempatan itu Rosulullah Saw membawa
nur atsar nazhor ila wajhil kariim, pancaran cahaya
ilahiyyah yang didapat pada saat Nabi Saw melihat Allah Swt secara langsung. Begitu Nabi Muhammad Saw bertemu dengan Nabi Musa As yang terpantul dari cahaya
barokah nazhor ila wajhil kariim yang pertama kali mendapatkannya adalah Nabi Musa As. Begitu Nabi Musa As mengusulkan umatmu tidak kuat, balik lagi menghadap kepada Allah Swt, Rosulullah Saw membawa tambah
nur-Nya. Yang pertama mendapat berkah dari pertemuan Rosulullah Saw dengan Allah Swt secara terus-menerus tidak lain adalah Nabi Musa As, itu hebatnya. Walaupun Nabi Musa As di gunung Tursina memohon kepada Allah Swt ingin melihat Allah Ta'ala tidak bisa, karena ketika munajat saja, Nabi Musa As hanya melihat wibawanya Allah Ta'ala, Nabi Musa '
kaana shoo `iqoo (QS. al-A'rof: 143), pingsan. Kegagalan Nabi Musa As menatap
wajhil kariim di gunung Tursina mendapat ganti, dengan melihat Rosulullah Saw dan mendapat nur
min rosulillah atsaron kaamilah, mendapat cahaya Rosulullah Saw secara sempurna, itu hebatnya.
Setelah Nabi Muhammad Saw turun dari langit dan bertemu dengan para sahabat, orang yang mendapat barokah
nur nazhor ila wajhil kariim adalah mereka para Sahabat, ini hebatnya. Keterangan ini mungkin baru Anda dengar.
Dengan dasar ini, para sahabat mendapat dua nur,
nur atsar min nazhor ila wajhil kariim, yang kedua mendapatkan cahaya Rosulullah Saw setiap hari, mereka duduk, ruku', sujud dan sebagainya, bersama-sama dengan Rosulullah Saw. Walaupun diantara para sahabat ada yang kontroversi, seperti Mu'awiyah contohnya. Dalam pandangan
Ahlussunnah Waljamaah, apapun ijtihad Mu'awiyah adalah salah, tapi
Ahlussunnah Waljamaah tetap dalam pendirian; tidak ada hak untuk mengkafirkan Mu'awiyah.
Ahlussunnah tetap memuliakan kedudukan Mu'awiyah sebagai sahabat Nabi Saw. Wajar, karena para sahabat adalah bukan maksum sebagaimana para Nabi. Para sahabat hanya mendapatkan
mahfuzh min Allah, penjagaan dari Allah Ta'ala. Dan
mahfuzh dari Allah Ta'ala itu bertingkat, tidak sekaligus semua mendapatkan
mahfuzh. Bertingkat, sebagaimana '
ubudiyyah, ibadahnya para sahabat-sahabat itu sendiri.
Walaupun demikian, untuk menutupi kekurangan sahabat yang pada waktu itu terkadang melakukan kekhilafan, keturunan mereka yang diangkat menjadi
wali quthb al-ghouts itu banyak. Diantaranya siapa? Umar bin Abdul Aziz masih ada darah dari Mu'awiyah. Cucunya sendiri menjabat sebagai
Quth al-Ghouts; Mu'awiyah bin Yazid bin Mu'awiyah. Beliau seorang
quth al-ghouts di jamannya. Luar biasa kan! Ini membuktikan kemuliaan
maqomah (kedudukan) sahabat. Makanya jangan sembarangan kita ikut-ikutan mencela sahabat.
Sahabat itu, disamping
mukhtar min Allah, pilihan dan diangkat langsung oleh Allah, pengangkatan mereka mendapat kesaksian (
asy-syahadah) Baginda Nabi Saw, ikrar keimanan mereka disaksikan oleh Nabi Saw. Kesaksian Rosulullah Saw ini dikuatkan oleh Allah Ta'ala dalam surat al-Fath ayat 29, yang artinya kurang lebih demikian: "
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhoa-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikian sifat-sifat mereka dalam Taurot dan sifat-sifat mereka dalam injil, Yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya, Maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah Dia dan tegak lurus diatas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengejakan amal yang saleh diantara mereka ampunan dan pahala yang besar".
Yatala'la'u nuuruhum min atsaris sujud, muka mereka semakin bercahaya karena sujud mereka kepada Allah. Bukan karena jidat terus menempel pada tempat sujud. Allah Ta'ala memberikan
nuuuruhum min atsaris sujud dari tawadhu'nya, dari tauhidnya dari keyakinannya, dari makrifatnya, dari sujudnya, bukan
min atsaril karpet, bukan dari bekas karpet.
Dari orang-orang yang demikian, sahabat dibagi beberapa macam, ada yang tingkatan auliya`, ada yang hanya tingkatan ulama.
Walhasil, setiap individu sahabat pada jaman sahabat pasti ulama, setiap ulama pada jaman sahabat pasti sahabat. Tapi setelah sahabat, at-Tabi'in belum tentu ulama. Walaupun keulamaan sahabat tersebut dalam tingkatnya masing-masing.
Wallahu A'lam.[]
Petikan ceramah Habib Luthfi bin Yahya, dikutip dari buku
SECERCAH TINTA